Stigma dan diskriminasi terhadap gangguan mental masih menjadi masalah serius di masyarakat kita. Banyak orang yang mengalami gangguan mental merasa malu atau takut untuk mencari bantuan karena takut dicap sebagai orang yang ‘gila’. Padahal, gangguan mental sama seperti gangguan kesehatan lainnya yang memerlukan perawatan dan dukungan.
Menurut dr. Andri, seorang psikiater terkemuka, stigma dan diskriminasi terhadap gangguan mental dapat berdampak negatif pada proses pemulihan seseorang. “Ketika seseorang merasa tidak didukung oleh lingkungan sekitarnya, maka proses pemulihannya bisa menjadi lebih lambat dan sulit,” ujarnya.
Untuk mengatasi stigma dan diskriminasi terhadap gangguan mental, perlu adanya edukasi dan sosialisasi yang lebih intensif kepada masyarakat. Menurut survei yang dilakukan oleh Yayasan Kesehatan Jiwa, 7 dari 10 orang Indonesia masih menganggap orang dengan gangguan mental sebagai orang yang tidak normal.
Salah satu cara untuk mengatasi stigma dan diskriminasi ini adalah dengan mengedukasi masyarakat tentang pentingnya kesehatan mental dan bagaimana cara mendukung orang-orang yang mengalami gangguan mental. Perlu juga adanya kampanye yang lebih luas melalui media sosial dan acara-acara publik.
Selain itu, peran pemerintah dan lembaga kesehatan juga sangat penting dalam memberikan dukungan dan akses yang lebih baik bagi mereka yang mengalami gangguan mental. Hal ini sejalan dengan pernyataan dari Menteri Kesehatan yang menyatakan bahwa “tidak ada kesehatan tanpa kesehatan mental”.
Dengan langkah-langkah konkret dan dukungan dari berbagai pihak, diharapkan stigma dan diskriminasi terhadap gangguan mental dapat diminimalisir dan membuka ruang bagi mereka yang mengalami gangguan mental untuk mendapatkan perawatan dan dukungan yang mereka butuhkan. Kita semua memiliki peran dalam menciptakan lingkungan yang lebih inklusif dan mendukung bagi semua orang, tanpa terkecuali. Ayo bersama-sama lawan stigma dan diskriminasi terhadap gangguan mental!